0
pengertian hukum syara' dan pembagiannya
Posted by Atang Fauzi
on
05.34
1.Pengertian Hukum
Syara’
Kata syara’ secara etimologis berarti:” jalan, jalan yang bisa dilalui
oleh air”. Maksudnya adalah jalan yang dilalui manusia dalam menuju kepada
alloh. Kata ini secara sederhana berarti
“ketentuan alloh”.(1)
M. abu Zahrah di dalam bukunya ushul
piqh menjelaskan pengertian hukum syar’i yaitu ketetapan alloh yang berhubungan
dengan perbuatan orang mukallaf, baik berupa iqtida ( tuntutan perintah atau
larangan), takhyir (pilihan), maupun berupa wad’i (sebab akibat).
Artinya: ‘”dia alloh yang telah mensyari’atkan bagi kamu
tentang agama apa yang telah diwasiatkan-nya kepada nuh, dan apa yang telah
kami wahyukan kepadamu (muhammad) dan apa yang telah kami wasiatkan kepada
ibrahim,musa dan isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya, amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka
kepadanya. Alloh menarik pada agama itu orang yang dikehendaki-nya dan memberi
petunjuk kepada (agama)-nya orang yang kembali (kepada-Nya).
2.Pembagian Hukum
Syara’
2.1.Hukum Taklifi
Artinya
: ‘Dan dirikanlah salat,tunaikanlah zakat,dan rukuklah beserta orang-orang yang
rukuk” (Q.S. Al Baqarah ;43).
Adapun madzhab hanafi membagi hukum
taklifi ini menjadi tujuh yaitu: wajib,mandub(sunat),Makruh tahrim,makruh
Tanzih,haram dan mubah.Adapun penjelasan pembagian hukum taklifi yaitu.
2.1.1. Wajib
Wajib yatu: Tuntutan untuk memperbuat
secara pasti dengan arti harus diperbuat, sehingga orang yang memperbuat patut
mendapat ganjaran, dan orang yang meninggalkan patut mendapat ancaman Allah. contoh
melakukan shalat , puasa ramadhan.”(2)
Sedangkan wajib terbagi atas empat bagian,
1.Wajib yang berdasarkan waktu pelaksanaannya ini terbagi dua
yaitu “Wajib Muthlak”dan “Wajib Mu-aqad”.
a.Wajib Muthlak
Wajib Muthlak yaitu apabila diminta
oleh syar’i itu memperbuatnya dengan pasti,tidak jelas waktunya untuk
melakukannya.seperti kifarat yang diwajibkan bagi orang yang bersumpah dan yang
melanggar sumpah.Untuk berbuat ini tidak dijelaskan waktunya,dan orang yang
melanggar sumpah yang dilanggarnya.seperti haji,wajib bagi yang
sanggup,kewajiban mengerjakan hajinya tidak dijelaskan secara detail tahunnya.”(3)
Ada sebagian Ulama yang berpendapat
bahwa wajib muthlak (bebas) yang pelaksanaanya tidak dibatasi oleh waktu
tertentu,sehingga seandainya dilaksanakan sampai batas akhir masa kemampuan
unuk melaksanakan tidak berdosa.Sperti mengqadha puasa ramadhan bagi orang yang
tidak berpuasa lantaran ada “udzur”.(4)
b.Wajib Muaqqad
Wajib Muaqqad yaitu kewajiban yang
pelaksanaanya ditentukan dalam waktu tertentu dan tidak sah dilakukan diluar
waktu yang ditentukan.Wajib muaqqad ini dibagi menjadi tiga yaitu:
a).wajib muwassa’(mempunyai waktu luas)yaitu kewajiban yang
waktu untuk melakukan kewajiban itu melebihi waktu pelaksanaan kewajiban itu
sendiri.seperti waktu untuk shalat dhuhur dimulainya dari tergelincirnya
matahari sampai ukuran bayang bayang sepanjang badan;atau sekitar tiga
jam,sedangkan waktu untuk melakukan shalat dzuhur sendiri adalah 10 menit.Dalam
bentuk wajib muwassa’ diberi kelapangan bagi mukallaf untuk melaksanakan
kewajiban dalam rentangan waktu yang ditentukan.tentunya dalam hal ini ada
perbedaan ulama tentang bagian waktu mana yang menjadi sebab wajibnya perbuatan
itu,artinya bagian yang merupakan tanda tertujunya titah pembuat hukum terhadap
mukallaf sebagai subjek hukum.hal ini seperti dalam Q.s al-isra ayat
78”laksanakan shalat karena telah tergelincirnya matahari”.(5)
Artinya:” Dirikanlah sholat dari
sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam (dan dirikanlah sholat) subuh,
sesungguhnya sholat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).(Qs. Al-isra: 78).
Artinya:”(Beberapa hari yang
ditentukan ialah) bulan ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan)
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang
siapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa di bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari
yang di tinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Alloh menghendaki
kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mengucapkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan alloh atas perunjuk-nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
c). wajib dyzu syahaini adalah kewajiban yang pelaksanaannya
dalam waktu tertentu dan waktunya mengandung dua sifat tersebut diatas.dari
satu segi disebut muwassa’ dan dari segi lain ia adalah mudhayyaq.Umpamanya
ibadah haji,bahwa ibadah haji hanya satu kali dalam satu tahun dan tidak dapat
dalam tahun itu dilaksanakan ibadah haji lainnya,disebut mudhayyaq.dari segi
pelaksanaannya ibadah haji lebih lebih sempit waktunya daripada waktu yang
disediakan untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji ,ia disebut muwassa’.dengan
demikian .ia memiliki titik kesamaan dengan dua bentuk wajib diatas.karenanya
di kalangan ulama disebut dzu syahhainni.
2.Wajib berdasarkan segi pelaksana terbagi dua yaitu wajib
aini dan wajib kafai’.
a.Wajib aini(fardhu ain) dan Wajib Kifai (fardu kifayah)
wajib aini adalah apa yang diminta syar’i yang mengerjakan itu
pribadi mukallaf.Tidak diberi pahala bila dikerjakan oleh mukallaf yang
lain.seperti shalat,zakat,haji,menepati janji,menjauhkan diri dari khamr dan
berjudi.sedangkan Wajib kifai yaitu apa yang diminta oleh syar’i yang
melakukannya itu sejumlah mukallaf .Bukan tiap tiap pribadi dari mereka .sebab
apabila telah dikerjakan oleh bebrapa orang maka yang diwajibkan itu sudah
terbayar,dan gugurlah dosa dari orang-orang selebihnya.dan sebaliknya apabila
tidak dikerjakan oleh seorang maka semua mukallaf berdosa. karena melalaikan
yang wajib.seperti menshalatkan jenazah,memadamkan kebakaran dll.
3.Wajib dari segi kadar yang dituntut yaitu wajib muhaddad
dan wajib ghairu muhaddad
a). Wajib muhaddad adalah sesuatu yang dinyatakan oleh
pembuat hukum kewajibannya kadar yang ditentukan, dengan arti bahwa mukallaf
belum terlepas dari tanggungnya terkecuali bila ia telah melaksanakannya sesuai
dengan jumlah yang telah ditentukan pembuat hukum syar’i.seperti zakat yang
ditentukan adalah zakat fitrah. Kewajiban zakat harta atau zakat fitrah telah
ditentukan kadarnya,dalam arti jika telah terpenuhi syarat syarat wajib
,seorang harus melaksanakannya menurut ukuran yang ditentukan.Ia belum dianggap
melaksanakan kewajibannya kecuali kadar yang sudah ditentukan telah
dilaksanakannya.
b). wajib Ghairu muhaddad yaitu suatu kewajiban yang
pelaksanaanya tidak ditentukan ukuran pembuat hukum(syar’i).Seperti nafkah
untuk kerabat.nafkah kerabat ini termasuk kewajiban yang tidak ditentukan
ukuran kadarnya untuk diberikan pada kerabat tersebut.contoh lain kewajiban
menafkahi istri ,sebagian ulama berpendapat bahwa nafkah istri terhadap
suaminya termasuk wajib muhaddad,walaupun mereka berbeda pendapat dalam
menetapkan kadar yang diberikan.ada yang mengatakan bahwa nafkah itu diberikan
kepada istri,semampu suami memberikan kepada istri.Selain pendapat itu ada
sebagian ulama yang menyebutkan bahwa pada dasarnya memberi nafkah kepada istri
merukan wajib ghairu muhaddad.Baru ia menjadi wajib muhaddad.”(6)
4.Wajib dari segi bentuk perbuatan yang dituntut/tuntutan
yaitu wajib mu’ayyan dan wajib mukhayyar.
a). Wajib muayyan(kewajiban tertentu) yaitu Apa apa yang
dituntut oleh pembuat hukum suatu perbuataban yang sudah tertentu artinya
subjek hukum baru dinyatakan telah menunaikan tuntutan bila sesuatu yang
tertentu itu telah dilaksanakannya dan tidak ada pilihan untuk pilihan
lainnya.misalnya membayar hutang yang harus dibayarkan kepada orang yang
dihutangi.
b). Wajib mukhayyar yaitu sesuatu yang dituntut oleh pembuat
hukum untuk dilaksanakan dengan memilih salah satu diantara hal yang telah
ditentukan,artinya tangguang jawab dari yang dituntut baru dinyatakan telah
terlaksana bila ia telah melakukan satu pilihan dari beberapa kemungkinan yang ditentukan.
Misalnya pilihan diantara dua hal adalah pilihan pembebasan tawanan dan uang
tebusan,sebagimana dalam firman Alloh SWT.
Artinya:” Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang)
maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan
mereka maka tawanlah mereka dan sesudah
itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir.
Demikianlah apabila alloh menghendaki niscaya alloh akan membinasakan mereka,
tetapi alloh hendak menguji sebagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan
orang-orang yang syahid pada jalan alloh. Alloh tidak akan menyia-nyiakan amal
mereka. (Q.s muhammad:4.)
2.1.2. Sunat/mandub
Sunat atau mandub dalam fiqh
merupakan tuntutan untuk memeperbuat secara tidak pasti dengan arti perbuatan
itu dituntut untuk dilaksanakan. Terhadap yang melaksanakan berhak mendapat
ganjaran akan kepatuhannya, tetapi bila tuntutan tersebut tidak dilakukan atau
ditinggalkan maka tidak apa apa. oleh karena itu yang meninggalkan itu tidak patut
mendapat ancaman dosa.Tuntutan seperti ini disebut Nadb. pengaruh tuntutan
terhadap perbuatan disebut Nadb juga; sedangkan perbuatan yang dituntut disebut
mandub.seperti memberi sumbangan ke panti jompo,shodaqah dan lainnya.secara
bahasa mandub adalah seruan untuk sesuatu yang penting.adapun dalam artian
definisi yaitu sesuatu yang dituntut untuk memmeprbuatnya secara hukum syar’i
tanpa ada celaan terhadap orang yang
meninggalkan secara muthlak.”(7)
Sedangkan dalam mandub sendiri ada
beberapa bagian.Yaitu Mandub dari segi selalu dan tidak selalunya nabi
melakukan perbuatan sunah.terbagi menjadi dua yaitu Sunah muakkadah dan sunah
ghairu muakkad.Sedangkan diilihat dari segi kemungkinan meninggalkan perbuatan
juga terbagi dua yaitu sunah hadyu,sunah zaidah dan sunah nafal.
a)
segi selalu dan tidak selalunya nabi melakukan
perbuatan sunah
Sunah muakkad yaitu perbuatan yang
selalu dilakukan oleh nabi disamping ada keterangan yang menunjukkan bahwa
perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu.misalnya shlat witir,dua raka’at
fajar sebelum shalat shubuh.Sebagian ulama menyatakan bahwa orang yang
meninggalkannya dicela,tetapi tidak berdosa,karena orang yang meninggalkan
secara sengaja berarti menyalahi sunah yang biasa dilakukan nabi.
b). Dari segi
kemungkinan meninggalkan perbuatan
Sunah hadyu yaitu perbuatan yang
dituntut untuk melakukannya karena begitu besar faedah yang didapat darinya dan
orang yang meninggalkannya dinyatakan sesat dan tercela; bahakan bila satu
kelompok kaum sengaja meninggalkannya secara terus menerus,maka kelompok ini
harus diperangi.sunah dalam bentuk ini merupakan kelengkapan dari kewajiban
keagamaan,seperti adzan,shalat jamah,shalat hari raya.Jika dikategorikan sunah
ini masuk kepada sunah muakkad karena
besar pahalanya.
Sunah zaidah yaitu sunah yang apabila
dilakukan oleh mukallaf dinyatakan baik tetapi bila ditinggalkan ,yang
meninggalkannya tidak diberi sanksi apa apa.seperti cara-cara yag biasa
dilakuakn oleh nabi dalam kehidupan sehari harinya,sunah zaidah ini tempatnya
adalah dibawah derajat sunah ghairu muakkad.
Sunah nafal yaitu suatu perbuatan
yang dituntut sebagai tambahan bagi perbuatan wajib,seperti shalat sunah 2
rakaat yang mengiringi shalat wajib.shalat tahajudd,witir dan lainnya yang dalam
istilahnya disebut sunah ghairu muakkadah.
Ada perbedaan pandangan antara madhab syafii dan Hanafi dalam
memandang hukum menghentikan perbuatan sunah.Sunah sendiri merupakan perbuatan
jika dilakukan mendapat ganjaran tetapi jika tidak dikerjakan tidak apa
apa.Menurt ulama syafii bahwa hukum menyelesaikan perbuatan sunnah sama dengan
hukum memulai perbuatan sunah itu.Karena tidaklah merupakan keharusan untuk
menyelesaikannya.Oleh karena itu bila disengaja membatalkannya tidak apa
apa.dan tidak wajib menganti atau mengqadha.dalam kesempatan berikutnya.Alasan
kalangan ini karena seseorang diberi hak pilih untuk memeperbuatnya dan dengan
denikian dia juga berhak untuk tidak memilih untuk tidak melanjutkannya.Bila ia
tidak wajib melanjutkan berrarti ia tidak wajib meng-qadha yang ditinggalkannya
itu.”(8)
Sedangkan ulama hanafiyah berpendapat
bahwa meskipun sunah itu tidak wajib dilakukan,tetapi bila sudah mulai
dilakukan ,wajib dia menyelesaikannya,alasannya bila seorang sudah memulai
pekerjaan baik yang berhak atas pahala,maka ia sudah melakukan amalan baik atau
ibadah, sebagaimana firman Alloh SWT.
Artinya:”Hai orang
orang yang beriman patuhlah kamu kepad Allah dan patuhlah kamu kepada Rasul
janganlah kamu batalkan amal perbuatnmu” (Q.s Muhamad:33)
2.1.3.HARAM
Tuntutan untuk menianggalkan secara
pasti dengan arti yag dituntut harus meninggalkannya.Bila seorang
meninggalkannya berarti ia telah patuh kepada yang melarang.karenanya ia patut
mendapat ganjaran orang yang tidak meninggalkan larangan berarti ia menyalahi
tuntutan Allah.Karenanya patut mendapat ancaman dosa Tuntutan dalam bentuk ini
disebut tahrim.Pengaruh tuntutan terhadap perbuatan disebut”hurmah”.perbuatan
yang dilarang secar pasti disebut muharram atau haram.
Haram secara bahasa berarti sesutau
yang lebih banyak kerusakannya.kadang kadang digunakan dalam arti
larangan..dalam istilah hukum haram adalah sesuatu yang dituntut syar’i(pembuat
hukum)untuk tidak memeprbuatnya secara tuntutan yang pasti.sedangkan istilah
haram menurut pendapat ulama jumhur yang mengartikan haram yaitu larangan Allah
yang pasti terhadap suatu perbuatan,baik ditetapkan dengan dalil yang qathi
maupun dalil zhanni.Menurut mereka dalil dalil zhanni itu dapat dijadikan
argumentasi dalam amal perbuatan.
Artinya:” dan janganlah kamu
mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal
dan ini haram” untuk mengada-adakan kebohongan terhadap alloh. Sesungguhnya
orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap alloh. Sesungguhnya orang-orang
yang mengada-adakan kebohongan terhadap alloh tiadalah beruntung”.( Q.s an-nahl
ayat 116).
Artinya:’Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai,darah,daging babi,(daging hewan) yang disembelih atas nama selain alloh
swt,yang tercekik,yang terpukul,yang jatuh, yang di tanduk,dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala,dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan, pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepadaku, pada hari ini telah
aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah aku cukupkan kepadamu nikmat-ku,
dan telah aku ridhoi islam itu agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya alloh maha pengampun lagi
maha penyayang. (Q.S Al-ma’idah:03).
Dari contoh diatas merupakn perbuatan
yang membawa hukum haram bagi perbuatan itu.Ada landasan dasar hukum haram
adalah karena adanya bahaya yang nyata yang tidak diragukan lagi.setiap
perbuatan yang diharamkan syara’ pasti mengandung bahaya,sedangkan perbuatan
yang dibolehkan syara’ pasti mengandung kemanfaatan yang banyak. atas dasar
tersebut hukum haram ini terbagi menjadi dua yaitu haram li-dzatih dan haram
lighairi aridhi.
(a)Haram li-dzatih yaitu perbuatan yang diharamkan oleh Allah
karena bahaya tersebut terdapat dalam perbuatan itu sendiri.seperti makan
bangkai, minum khamr, berzina,mencuri yang bahayanya berhubungan langsung
dengan lima hal yang harus dijaga yatu badan,keturunan,harta benda,akal dan
agama.Perbuatan yang diharamkan li-dzatihh adalah bersentuhanlangsung dengan
salah satu dari lima tersebut.
(b) Haram lighairi’aridhi yaitu perbuatan yang dilarang oleh
syara’,dimana adanya larangan tersebut bukan terletak pada perbuatan itu
sendiri,tetapi perbuatan tersebut dapat menimbulkan haram li’dzatih.seperti
jual beli barang secara riba diharamkan karena dapat menimbulkan riba yang
diharamkan karena dzatiyahnya sendiri. contohnya si fulan membeli barang yag
sudah ditawar oleh orang
Perbedaan antar haram lidzatih dengan
lighairih adalah bahwa haram lidzatihi tidak diperbolehkan sama sekali,kecuali
dalam keadaan darurat(terpaksa).alasannya karena haram lidzatih adalah langsung
berhubungan dengan hal hal yang sangat vital,sehingga keharaman tersebut tidak
dapat dihilangkan, kecuali oleh sebab vital juga. jika meminum khamr diharakan
karena merusak akal fikiran.maka khamr tersebut tidak boleh kecuali orang yang
bersangkutan dikhawatirkan akan mati lantaran dahaga.jadi dharurat yang
memeperbolehkan perbuatan yang diharamkan adalah karena dharurat tersebut
langsung berhubungan dengan masalah yang amat vital.sedangkan haram lighairih
boleh dikerjakan bila ada hajat,meskipun tidak sampai tingkat darurat
(terpaksa).alasannya tidak berhubungan langsung dengan masalah yang
vital.karena itu,bagi seorang dokter yang akan mendiagnose untuk memberikan
terapai pada pasien perempuan, diperbolehkan melihat auratnya apabila untuk
memberikan terapi tersebut memang mengharuskan melihat auratnya.”(9)
2.1.4.MAKRUH
Tuntutan untuk meninggalkan atau
larangan secara tidak pasti dengan arti masih mungkin ia tidak meninggalkan
larangan itu.Orang yang meninggalkan larangan
berarti ia telah mematuhi yang
melarang.Karenanya ia patut mendapat ganjaran pahala Tetapi karena tidak
pastinya larangan ini,maka yang tidak meninggalkan larangan tidak mungkin
disebut menyalahi yang melarang.Karenanya ia tidak berhak mendapat ancaman dosa
,larangan dalam bentuk ini disebut karahah.Pengaruh larangan tidak pasti terhadap
perbuatan yang dilarang secara tidak pasti disebut makruh.seperti merokok.
Makruh ini terbagi menjadi dua, yaitu makruh tahrim dan makruh tanzih.
1). Makruh tahrim
yaitu larangan yang pasti yang didasarkan pada dalil dzanni yang masih
mengandung keraguan,seperti memakai sutera,cincin dari emas dan perak bagi kaum
laki laki,poligami bagi orang yang khawatir tidak dapat berbuat adil.makruh
ahrim ini merupakan lawan dari hukum wajib.
2) Makruh tanzih yaitu suatu larangan syara’ terhadap suatu
perbuatan, tetapi larangan tersebut tidak bersifat pasti,lantaran tidak ada
dalil yang menunjukkan atas haramnya perbuatan tersebut.makruh tanzih ini
merupakan lawan dari hukum mandub sunat.Menurut jumhur ulama ,pelaku yang
berbuat makruh ini tidak dicela ,sedangkan orang yang meninggalkannya adalah
terpuji.menurut pendapat hanafi,pelaku makruh tahrim tergolong
tercela,sedangkan pelaku makruh tanzih tidak,dan orang yag meninggalkan kedua
macam makruh tersebut adalah terpuji.
2.1.5 MUBAH
Perintah Allah yang memberikan
kemungkinan untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkan.Dalam hal ini
sebenarnya tidak ada tuntutan ,baik mngerjakan maupun meninggalkan.Ia tidak
diperintahkan.bila seorang mengerjakan ia tidak diberi ganjaran dan tidak pula
diancam atas perbuatan itu.ia juga tidak dilarag berbuat. kerenanya bila ia melakukan perbuatan itu atau tidak ia
tidak diberi ganjaran.dan tidak pula mendapat ancaman, hukum dalam bentuk ini
disebut “ibahah”.pengaruh titah terhadap perbuatan disebut ibahah
juga.sedangkan perbuatan yag diberi pilihan untuk berbuat atau tidak disebut
mubah.seperti melakukan perburuan setelah tahallul dalam ibadah haji.Sedangkan
menurut imam Asy-syaukani mendefinisakna mubah yaitu suatu perbuatan yang
apabila dikerjakan atau ditinggalkan sama-sama tidak memperoleh pujian, terkadang
mubah sendiri itu dimaksudkan untuk suatu perbuatan yang tidak mengandung
resiko apabila dikerjakan,meskipun pada mulanya perbuatan tersebut
diharamkan.sperti membunuh orang yang murtad itu diperbolehkan(mubah)dan pelakunya
tidak terkena resiko apa apa namun ada masalah sosial yang nantiya kan
dihadapi.
Mubah yang dipergunakan untuk melayani suatu perbuatan yang
dilarang, secara temporer perbuatan tersebut diperbolehkan,tetapitidak
bolehdikerjakan terus menerus,seperti bergurau,mendengarkan radio diperbolehkan
secar temporer.,tetapi seorang yang berakal seat tidak boleh menghabiskan
waktunya hanya untuk sendau gurau,mendengakan radiodam lainnya.Seangkan mbah
yang digunakan untuk melayani perbuatan ya mubah.Terakhir mubah yang tidak
dipergunakan untuk melayani apa apa.(10)
2.2 Hukum Wadh’i
Hukum wad’i adalah
perintah Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi adanya sesuatu yang
lain, itu seperti tergelincirnya matahari menjadi sebab masuknya waktu dhuhur,
atau sebagai syarat bagi sesuatu yang lain atau juga sebagai penghalang (man’i)
bagi adanya sesuatu yang lain tersebut. Oleh karenanya,ulama membagi hukum
wad’i ini kepada: sebab, syarat, dan mani’. Namun, sebagai ulama memasukkan sah
dan batal, serta azimah dan rukhsah.”(11)
2.2.1 Sebab
Sebab adalah segala sesuatu yang dijadikan oleh syar’i
sebagai alasan bagi ada dan tidak adanya
hukum. Seperti masuknya bulan ramadhan menjadi tanda datangnya bulan
ramadhan,dan kewajiban puasa harus dijalankan setiap umat muslim. Atau keadaan
dalam perjalanan menjadi sabab bolehnya mengqashar shalat.Perjalan dijadikan
sebagai sabab bolehnya mengqashar shalat.
Adanya sesuatu menyebabkan adanya hukum dan tidak adanya sesuatu itu
melazimkan tidak adanya hukum.
Ulama membagi sebab ini kepada
dua bagian yaitu sebagai berikut:
a.
Sebab yang diluar kemampuan mukalaf. Misalnya, kedaan
terpaksa menjadi sebab bolehnya memakan bangkai dan tergelincir atau
tenggelamnya matahari sebagai sebab wajibnya shalat. Sebagaimana firman alloh
swt.
Artinya:” Dirikanlah sholat dari
sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam (dan dirikanlah sholat) subuh,
sesungguhnya sholat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).(Qs. Al-isra: 78).
b.
Sebab yang berada dalam kesanggupan mukalaf.
-
Hukum taklifi, seperti menyaksikan bulan menjadikan
sebab wajib melaksanakan puasa, di dalam firman alloh SWT.
Artinya: ”Bulan ramadan adalah (bulan) yang didalamnya
diturunkan alquran,sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan batil). Karena itu,
barang siapa di antara kamu ada dibulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa
sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah
kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atau petunjuk-NYA yang
diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”( Q.s Al-Baqarah : 185).
- Hukum wad’i, seperti
perkawinan menjadi sebabnya hak warisan antara suami istri dan menjadi sebab
haramnya mengawini mertua, dan lain sebagainya.(12)
2.2.2 Syarat
Syarat menurut abu zahrah yaitu sesuatu
yang tergantung kepada adanya hukum; lazim dengan tidak adanya ,tidak ada
hukum;tetapi tidaklah lazim dengan adanya,ada hukum. contohnya wali dalam
perkawinan yang menurut jumhur ulama’merupakan syarat.Dengan tidak adanya wali
pasti tidak sah.tetapi dengan adanya wali pernikahan akan sah.tetapi belum tentu
sah bila syaratnya belum terpenuhi, seperti harus adanya saksi,akad dan
lainnya.Pembagian syarat ada tiga yaitu syarat aqli,’adi dan syar’i.
Syarat aqli seperti kehidupan menjadi
syarat utuk dapat menegtahui,adanya paham menjadi syarat untuk adanya taklif
atau beban hukum.Sedangkan syarat ‘adi yaitu berdasarkan atas kebiasaan yang
berlaku;seprti bersentuhnya api dengan barang yang dapat terbakar menjadi syarat
berlangsungnya kebakaran.Sedangkan syarat syari’yaitu berdasarkan penetapan
syara’,seperti sucinya badan menjadi syarat untuk shalat.Nisab menjadi syarat
wajibnya zakat
2.2.3. Mani’(Penghalang)
Mani’ adalah segala sesuatu yang dengan adanya dapat
meniadakan hukum atau dapat membatalkan sebab hukum. Dari definisi di atas
dapat diketahui bahwa mani’ itu terbagi kepada dua macam:
a. Mani’ terdapat hukum. Misalnya perbedaan agama antara
pewaris dengan yang akan diwarisi adalah mani’ (penghalang) hukum
pusaka-mempusakai sekalipun sebab untuk saling mempusakai sudah ada, yaitu
perkawinan. Begitu juga najis yang terdapat di tubuh atau di pakaian orang yang
sedang shalat. Dalam contoh ini tidak terdapat salah satu syarat syah shalat,
yaitu suci dari najis. Oleh sebab itu, tidak ada hukum sahnya shalat. Hal ini
disebut mani’ hukum.
b. Mani’ terhadap
sebab hukum. Misalnya,seseorang yang memiliki harta senisab wajib mengeluarkan
zakatnya. Namun, karena ia mempunyai hutang yang jumlahnya sampai mengurangi
nisab zakat ia tidak wajib membayar zakat, karena harta miliknya tidak cukup
senisab lagi. Memiliki harta senisab itu adalah menjadi sebab adanya hukum
wajib zakat. Dengan demikian, mani’ dalam contoh ini adalah menghalangi sebab
hukum zakat. Hal ini disebut mani’ sebab.”(13)
2.2.4.Rukhsah dan Azimah
Rukhsah adalah ketentuan yang disyariatkan allah sebagai
keringanan (dispensasi) terhadap mukalaf karena ada hal-hal khusus. Contohnya jamak dan qosor salat
karena sedang dalam perjalanan jauh.
Macam-macam
rukhsah adalah sebagai berikut:
a. Diperbolehkannya
yang haram karena dalm keadaan darurat. Contohnya diperbolehkannya memakan
bangkai dalam keadaan kelaparan.
b. Boleh
meninggalkan kewajiban karena ada uzur. Misalnya tidak puasa karena dalam
perjalanan jauh atau sakit.
c. Mengubah syariat
lama dengan syariat baru. Contoh bertaubat dari dosa (tobat nasuha) sebagai
pengganti bunuh diri yang berlaku pada syariat Nabi Musa a.s., mencuci pakaian
dengan air untuk menghilangkan najis sebagai pengganti dari memotong/ merobek
pakaian untuk menghilangkan najis pada syariat Nabi Musa a.s.
Azimah adalah syariat asal yang berlaku umum. Syariat ini
berlaku disaat normal tidak ada uzur,darurat, dan mampu dilakukan mukalaf.
Contohnya dalam pernikahan jika akad nikah diucapkan oleh si laki laki
secara sempurna,lantang dan lancar tidak
ada jeda maka sah dia dalam mengucapkannya sehingga sah dalam prosesi pernahan
itu,dan jika sebaliknya maka akan batal dan harus mengulang lagi.
2.2.5 Sah dan Batal
Sah
adalah perbuatan yang dilakukan terpenuhi syarat,sebab, dan lainnya yang
mengakibatkan perbuatan tersebut mempunyai akibat hukum. Misalnya salat zuhur
sah jika dilakukan setelah tergelincir matahari, yang melakukannya sudah suci
dari hadas dan najis. Maka hukumnya melakukannya pun menjadi wajib, dan ia
mendapatkan pahala.
2.3 Perbedaan
antara Hukum Taklifi dengan Hukum wad’i
Dari uraian
sebelumnya dapat dilihat perbedaan antara hukum taklifi dan hukum wad’i ada dua
hal, yaitu sebagai berikut:
1. Dilihat dari
sudut pengertiannya, hukum taklifi adalah hukum allah yang berisi tuntutan-tuntutan
untuk bernuat atau tidak berbuat suatu perbuatan,atau membolehkan memilih
antara berbuat atau tidak berbuat. Adapun hukum wad’i tidak mengandung yuntutan
tau membri pilihan , hanya menerangkan sebab atau halangan (mani’) suatu hukum,
sah dan batal.
2. Dilihat dari
sudut kemampuan mukalaf untuk memikulnya, hukum taklifi selalu dalam
kesanggupan mukalaf, baik dalam mengerjakan atau meninggalkannya. Adapun hukum
wad’i kadang-kadang dapat dikerjakan (disanggupi) oleh mukalaf dan kadang-kadang
tidak.’(14)
Kesimpulan
Menurut Ahli Ushul fiqh,hukum
syara’adalah“Khitab(titah) Allah yg menyangkut tindak tanduk mukallaf dalam
bentuk tuntutan,pilihan berbuat atau tidak;atau dalam bentuk ketentuan
ketentuan.”Contoh: “Kerjakanlah Shalat”,Janganlah kamu memakan harta org lain
secara bathil.
Para ahli fiqh
membagi dua bagian dalam hukum syara’.Pertama hukum
taklifi dan hukum Wadh’i. hukum Taklifi yaitu hukum yang menjelaskan tentang
perintah larangan,dan pilihan untuk menjalankan sesuatu atau
meninggalkannya.Contoh hukum yang menunjukkan perintah adalah “dirikanlah
shalat”,membayar zakat dan menunaikan ibadah haji ke baitullah. madzhab hanafi
membagi hukum taklifi ini menjadi tujuh
yaitu,fardhu,wajib,mandub(sunat),Makruh
tahrim,makruh Tanzih,haram dan mubah.
Sedangkan Hukum wadh’i sendiri adalah
titah Allah yang berbentuk wadh’i ,yang berbentuk ketentuan yang ditetapkan
Allah tidak langsung mengatur perbuatan mukalaf,tetapi berkaitan dengan
perbuatan mukallaf itu seperti tergelincirnya matahari menjadi sebab masuknya
waktu dhuhur. hukum wadh’i sendiri terbagi menjadi lima yaitu
sebab,Syarat,Mani’,Rukhsah,Sah dan Batal.
Daftar Pustaka
1.Abdul wahab khalaf, ilmu ushul fiqh, PT rineka cipta,
Jakarta:2005
2. Syarifuddin,amir,Ushul fiqh, Prenada media group, Jakarta:2011
3.Abu Zahrah Muhammad, Ushul fiqh,PT Pustaka Firdaus,
Jakarta: 2011